Hukum Kdrt Berapa Tahun Penjara

Contoh kebiasaan Nabi Muhammad

Nabi Muhammad, memberi contoh langsung tentang cita-cita hubungan pernikahan dalam kehidupan pribadinya, seperti dilansir lama The Conversation. Tidak ada perkataan Muhammad yang lebih jelas tentang tanggung jawab suami terhadap istrinya selain tanggapannya ketika ditanya:

"Beri dia makanan saat kamu mengambil makanan, beri dia pakaian ketika kamu membeli pakaian, jangan mencaci wajahnya, dan jangan memukulinya."

Nabi Muhammad juga menekankan pentingnya sikap baik terhadap perempuan dalam perjalanannya. Pelanggaran terhadap hak perempuan dalam perkawinan sama dengan pelanggaran perjanjian perkawinan itu dengan Tuhan.

Penyangkalan dan Ketaatan Buta Telah Membunuh Korban

Tak dimungkiri, penyangkalan demi penyangkalan yang muncul bak petir yang menyambar itu, nyatanya membuat luka para korban bertambah parah. Bagaimana tidak, rasa sakit yang tak tervalidasi bahkan disangkal adalah hantaman keras yang lagi-lagi harus ditelan oleh mereka.

Korban KDRT yang kemudian melaporkan kejadian yang ia alami kepada keluarga kandungnya, dengan harapan akan mendapat pertolongan malahan menuai cacian. Tak ayal, ini membuat mental korban semakin tak karuan. Dikecewakan oleh fakta bahwa mengadukan kekerasan yang ia alami, hanya membuat ia dianggap sebagai istri yang tak pandai menjaga aib suami. Yang disesalkan adalah ketika korban mulai menormalisasi atau mewajarkan kekerasan yang ia terima dan ini merupakan imbas dari terus-menerusnya ia mendapatkan penyangkalan dari orang-orang terdekatnya.

Bukankah sudah banyak korban yang mengalami hal demikian? Merasa pantas untuk dihina pasangannya, layak dipukul dan diperlakukan tidak manusiawi hanya karena kesalahan-kesalahan kecil yang mungkin ia perbuat, bahkan ketika ia tak melakukan kesalahan apa pun.

Hanya karena sesuatu tidak terjadi kepada kita, bukan berarti hal tersebut tidak ada. Hanya karena kita tidak berada pada posisi di mana sudah jutaan perempuan dan anak menjadi korban kekerasan ini. Bukan berarti perasaan korban tidak valid.

Alhasil, diam menjadi pilihan terburuk yang bisa dilakukan oleh sebagian besar korban yang memutuskan untuk tidak melaporkan apa yang ia alami. Disadari atau tidak, penyangkalan secara langsung maupun tidak langsung melalui komentar-komentar jahat itu, telah membungkam keberanian korban untuk meminta pertolongan, untuk mencari ruang aman, dan menyelamatkan dirinya.

Sontak saja, memori ingatan saya menarik pada kejadian beberapa tahun silam di mana saya berada di lingkaran pengajian khusus perempuan yang sampai kini doktrin agama yang sempat kutelan itu nyatanya masih laris dan kebanyakan terlontar dari mulut perempuan. Terlebih ketika berurusan dengan permasalahan rumah tangga. Adapun bunyi kalimatnya yaitu, “diam adalah emas”. Sabar yang pasif (tanpa upaya). Belum lagi dibumbui dengan “dipaksa” untuk bersyukur atas karunia-karunia yang lain.

Baca juga: Agar Tak Ada Lagi KDRT dan Pembunuhan Anak Jagakarsa

Tak perlu berfokus pada yang pahitnya dari rumah tangga, fokus saja pada hal-hal baik itu. Sehingga, tak apa jika dibuat memar, tak apa jika dimaki, direndahkan, yang penting tak bercerai, yang penting masih dinafkahi. Sebab, Tuhan sangat membenci perceraian. Lalu hilang kemanusiaan, nyawa pun melayang atas nama ketaatan buta.

Gegap gempita kembang api yang berdentum kencang di malam tahun baru, nyatanya kuamini sebagai teriakan para perempuan korban kekerasan yang tengah berteriak memohon pertolongan. Kuamini sebagai isak tangis mereka yang bercampur kemarahan sebab terus dibungkam dan tak didengar.

Jika surga harus dibayar dengan badan lebam dan trauma akibat KDRT suami, maka aku tak keberatan kehilangannya. Toh, ada pintu surga lain yang bisa dimasuki.

Ilustrasi oleh: Karina Tungari

Praktik judi online di Indonesia semakin marak dengan melibatkan semua kalangan mulai dari anak-anak hingga orang dewasa.

Kemudahan akses internet serta ketidakseriusan pemerintah dalam mencegah dan memberantas judi online disinyalir menjadi penyebab praktik tersebut subur.

Dalam hukum positif di Indonesia, judi online dapat dikenakan sanksi pidana penjara dan denda. Perjudian yang dilakukan secara online diatur dalam Pasal 27 ayat 2 Undang-undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang menerangkan:

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan, mentransmisikan, dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan perjudian.

Sementara sanksi terhadap mereka yang melanggar Pasal 27 ayat 2 UU ITE adalah pidana penjara paling lama 10 tahun dan/atau denda paling banyak Rp10 miliar. Hal itu diatur dalam Pasal 45 ayat 3 UU ITE.

Sanksi tersebut lebih berat dibandingkan peraturan sebelumnya yang hanya mengatur ancaman pidana maksimal 6 tahun penjara dan denda Rp1 miliar.

Undang-undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) juga memuat mengenai perjudian, tepatnya pada bagian kedelapan.

Pasal 426 ayat 1 KUHP mengatur sanksi pidana penjara paling lama sembilan tahun atau pidana paling banyak kategori VI (Rp2 miliar) bagi setiap orang yang tanpa izin:

a. menawarkan atau memberi kesempatan untuk main judi dan menjadikan sebagai mata pencaharian atau turut serta dalam perusahaan perjudian;b. menawarkan atau memberi kesempatan kepada umum untuk main judi atau turut serta dalam perusahaan perjudian, terlepas dari ada tidaknya suatu syarat atau tata cara yang harus dipenuhi untuk menggunakan kesempatan tersebut; atauc. menjadikan turut serta pada permainan judi sebagai mata pencaharian.

Pasal 426 ayat 2: Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam menjalankan profesi, dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 huruf f (hak menjalankan profesi tertentu).

Sementara itu, Pasal 427 UU KUHP mengatur:

Setiap orang yang menggunakan kesempatan main judi yang diadakan tanpa izin, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III (Rp50 juta).

Sanksi pidana perjudian di KUHP baru tersebut lebih ringan daripada KUHP sebelumnya yang mengatur ancaman pidana 10 tahun penjara dan denda sebesar Rp25 juta.

Sebelumnya, Menkominfo Budi Arie Setiadi menyatakan pemerintah menganggap para pemain judi online sebagai korban sehingga langkah yang dilakukan bukan penangkapan, tetapi pemulihan.

"Mereka korban juga. Ya enggak ditangkap, kan korban," ujar Budi dalam jumpa pers di Kantor Kemenko PMK, Jakarta, Selasa (25/6).

Presiden Joko Widodo telah membentuk Satuan Tugas (Satgas) judi online. Jokowi menunjuk Menko Polhukam Hadi Tjahjanto untuk memimpin satgas tersebut.

Keputusan itu diambil setelah judi online memakan korban. Judi online pun sudah merembet ke para abdi negara, anggota dewan, hingga penegak hukum.

"Ya ini secara khusus saya ingin sampaikan jangan judi, jangan judi, jangan berjudi, baik secara offline maupun online," ucap Jokowi melalui siaran kanal YouTube Sekretariat Presiden, Rabu (12/6).

Liputan6.com, Jakarta Judi online menjadi fenomena yang semakin marak di Indonesia. Kemajuan teknologi serta akses internet yang mudah membuat praktik perjudian online semakin subur di berbagai kalangan. Mulai dari anak muda hingga orang dewasa, banyak yang tergoda untuk mencoba peruntungan dalam permainan ini.

Namun, perlu diketahui bahwa perjudian, baik secara langsung maupun online, merupakan tindakan yang melanggar hukum di Indonesia. Berdasarkan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), kegiatan ini masuk dalam kategori perbuatan yang dilarang dengan ancaman pidana berat. Tidak sedikit pula pelaku yang telah ditindak oleh aparat hukum dan dijatuhi hukuman sesuai peraturan yang berlaku.

Lantas, apa saja hukuman yang dapat dijatuhkan kepada para pelaku judi online? Simak penjelasan berikut untuk mengetahui rincian sanksi yang diterapkan berdasarkan UU ITE dan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) terbaru.

Jakarta, Gempita.co – Para korban penipuan investasi bodong berkedok Robot Trading Fin888 mengungkapkan kekecewaannya atas vonis Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara yang menghukum terdakwa Peterfi Sufandri dan Carry Chandra selama dua tahun penjara.

Kekecewaan para korban terlihat saat Majelis Hakim pimpinan Yuli Effendi membacakan amar putusan terhadap kedua terdakwa di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara, Selasa (5/12/2023).

“Kok cuma dua tahun?, denda hanya Rp 500 juta, kok bisa segitu turun dari tuntutan jaksa yang juga rendah, di mana keadilan?. Pengadilan ini kayaknya bukan untuk korban tindak kejahatan tetapi diperuntukan bagi penjahatnya,” kata salah seorang korban di ruang sidang.

Korban lainnya juga mempertanyakan hal yang sama. Mereka tak henti-hentinya bersahut-sahutan sembari berteriak yang intinya tak menerima vonis terhadap kedua orang terdakwa. Bahkan, mereka menduga Hakim diduga berpihak terhadap kedua terdakwa.

Para korban Fin888 juga membandingkan vonis hakim terhadap terdakwa lainnya dalam kasus serupa di pengadilan berbeda yang menghukum tinggi pelakunya.

Korban mencontohkan kasus penipuan investasi bodong berkedok robot trading Fahrenheit. Terdakwa penipuan ini divonis selama sepuluh tahun penjara dan denda sebesar Rp3 miliar subsider hukuman enam bulan.

“Ini kok beda, tuntutannya sudah rendah hanya tiga tahun, sekarang vonis hanya dua tahun. Maling ayam saja divonis dua tahun, ini telah merugikan Rp1 triliun kok dihukum hanya dua tahun, mana mungkin mereka jera?,” ungkap korban bernama Lina heran, usai sidang.

Dalam putusannya, Majelis Hakim menyatakan kedua terdakwa terbukti melanggar UU ITE dan UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Sementara Peterfi Sufandri, ditambah dua bulan dengan denda Rp500 juta subsider tiga bulan penjara.

“Kedua terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar UU ITE serta UU tentang TPPU,” kata Yuli Effendi saat membacakan amar putusan.

Atas vonis tersebut, kedua terdakwa dan tim penasihat hukum menyatakan pikir-pikir dahulu sebelum tentukan sikap selanjutnya.

Begitu juga dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Melda Siagian yang juga menyatakan masih membutuhkan waktu untuk menentukan sikp atas vonis Majelis Hakim.

“Kami pikir-pikir dahulu Yang Mulia,” ucap Melda Siagian.

Sebelumnya, JPU Melda Siagian menuntut terdakwa Peterfi Sufandri selama tiga tahun penjara plus membayar denda Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan. Sementara Carry Chandra dituntut tiga tahun penjara.

Atas tuntutan yang dinilai rendah, para korban melalui penasihat hukum Oktavianus Setiawan menjelang vonis telah menyurati Ketua Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Yudisial (KY) dengan tembusan Ketua PN Jakarta Utara untuk memohon perlindungan hukum.(tim)

Pernikahan sudah sewajarnya dilandasi oleh rasa cinta. Saat laki-laki dan perempuan di usia dewasa, merasa dirinya siap secara fisik dan mental, akhirnya mengikat janji sehidup semati, itulah pernikahan.

Meski begitu, pernikahan tak selamanya indah seperti di film-film. Ada percekcokan, ada perselisihan, dan ada pertengkaran. Pernikahan yang sehat adalah ketika suami dan istri bisa saling memahami, saling memaafkan, dan juga menjaga komunikasi yang baik. Lalu bagaimana jika pernikahan diwarnai oleh kekerasan? Seperti misalnya ketika suami marah dan memukul istrinya, apakah itu wajar?

Oki Setiana Dewi menjadi viral di media sosial ketika ceramahnya dianggap menormalisasi kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

"Ada sebuah kisah nyata di Jeddah. Suami istri lagi bertengkar. Suaminya marah luar biasa pada sang istri. Dipukullah wajah istri. Kemudian istrinya menangis, tiba-tiba terdengar bel pintu rumah berbunyi. Ketika istrinya membuka pintu dalam keadaan sembab matanya, ternyata ibunya sang istri. Ibu bertanya, "Anakku kenapa? Kok kamu nangis", sang istri berkata, "Ibu Ayah, aku tuh tadi berdoa sama Allah, aku rindu sama Ibu Ayah, aku berdoa sampai menangis. Aku terharu, bahagia, bisa ketemu sama Ibu sama Bapak." Suaminya dari kejauhan, suaminya luluh hatinya," kata Oki dalam video tersebut.

Dia juga sempat menyebut, "Padahal bisa saja istri ngadu ke ibunya. Aku kena KDRT, habis dipukul suami. Apalagi perempuan kalau bercerita itu suka melebih-lebihkan."

Video tersebut langsung menuai pro dan kontra. Ada yang menyebut memang sudah sewajarnya istri menutupi aib suami, meski banyak yang menuduh bahwa ceramah Oki tersebut justru menormalisasi KDRT. Lalu, sebenarnya bagaimana hukum KDRT dalam Islam, apakah dibolehkan atau dilarang?

Larangan menceritakan aib pasangan

Jika dalam video Oki Setiana Dewi menyebutkan, bahwa sudah sewajarnya istri menutupi aib suaminya, itu memang benar. Begitu pula, suami sudah sewajarnya tidak mengumbar aib istrinya. Meski begitu, konteksnya bukan terkait kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

“… mereka (istri-istrimu) merupakan pakaian bagimu dan kamu merupakan pakaian bagi mereka…,” (QS Al-Baqoroh : 187)

Selain itu, dalam hadis dari Abu Sa’id al-Khudriy berkata, Rasulullah SAW bersabda:

“Sesungguhnya manusia yang paling jelek kedudukannya di hari kiamat adalah seorang laki-laki (suami) yang bercampur (bersetubuh) dengan istrinya, kemudian membeberkan rahasia istrinya tersebut,”. (HR Muslim)

Sehingga bisa disimpulkan bahwa saat menikah, baik suami maupun istri diwajibkan untuk selalu saling melindungi, termasuk di dalamnya tidak menceritakan aib pasangan ataupun menjelek-jelekkannya. Suami sudah sewajarnya menjadi pelindung bagi istrinya dan menjaga kehormatannya. Jika suami melakukan kekerasan pada sang istri, tentu hal tersebut sudah bertolak belakang dengan aturan Islam yang dijelaskan di atas.

KDRT merupakan perilaku yang tidak bisa dibenarkan dan dilarang keras, baik dalam Islam maupun menurut hukum Indonesia. Sehingga perilaku KDRT tak bisa dinormalisasi ataupun dianggap wajar. Banyak korban KDRT yang kesulitan meminta tolong hanya karena cerita mereka dianggap "berlebihan".

Berikut adalah nomor yang dapat dihubungi untuk pengaduan KDRT:

%PDF-1.5 %âãÏÓ 12 0 obj << /Ordering (Identity) /Registry (Adobe) /Supplement 0 >> endobj 14 0 obj << /Filter /FlateDecode /Length 80394 /Length1 324080 >> stream xœì� `ÕýÇsì½›�ÍæØ\Ì&›„°›Ë Gˆ�lNÐ5A* Gä6ZµV‚­W¼hµV©U<þJµ•Í¤Õ ÚÆÚV[µàÑŠG«Ö[è¡õžÿï½ »dÙ–„ˆ›&ïûÍ{¿yófvöí{ogf�€6×Ì?eÆ\“âóÙ Oͨ©­{éñ}�ÿÈ+ BÞŒÆ9óíY{ã�TîŽå3æŸVuÕCxÄÅ«ÖåŸ:¿©n�w…ÄçnÆRÇÍjš?óôëÊ*û ¸v‘?õ¢Îµ ¼ó[«g5]œüÝO±ü»qyòé5 ÍóX0_Bÿ—¬ië¨oyò!àÅ|\çÙ%çopoøë'?Þ½ À˜ßÞqöš)·] oÀÕõg·­ï€0ay7b‚töêÛ?ùø¥Zàóž¨Y¹|éšâ'ÂÉ Kïîö+—/k[ú¶ùçŸ p·’í/ǧ˜ô\FÈ^¾fÃÜå&·}@ÅÌUËÎ]Ëíç¬À_�ǪVŸ³¤mó÷¾� üš @Ö–5mt¤.N¨Âõ?Æ|÷šeÚž¿å¥Ux

Riaumandiri.co - Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru menjatuhkan vonis 8 tahun penjara kepada Marisa Putri (22) dalam kasus kecelakaan lalu lintas yang menewaskan seorang ibu rumah tangga, Renti Marningsih (46). Putusan ini dibacakan oleh Ketua Majelis Hakim, Hendah Karmila Dewi, dalam sidang yang digelar Kamis (12/12).

Hakim menyatakan Marisa terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 311 ayat (5) dan Pasal 310 ayat (1) Undang-undang (UU) Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Sebelum menjatuhkan amar putusan, majelis hakim menyampaikan sejumlah pertimbangan. Hal yang memberatkan, kata Hakim, perbuatan terdakwa menyebabkan korbannya, Renti Marningsih (46), meninggal dunia, dan menyebabkan kerusakan pada 1 unit kendaraan sepeda motor Yamaha Vega ZR milik korban,

"Perbuatan terdakwa menimbulkan penderitaan, trauma yang mendalami dan berkepanjangan bagi keluarga korban, serta perbuatan terdakwa menyebabkan keresahan yang meluas di masyarakat," ujar Hakim Ketua, Hendah Karmila.

Marisa juga diketahui positif menggunakan narkotika jenis methamphetamine saat kejadian. Tidak adanya perdamaian antara terdakwa dan keluarga korban menjadi poin tambahan yang memberatkan.

Sementara hal meringankan, terdakwa Marisa dinilai hakim bersikap sopan dalam memberikan keterangan di persidangan dan mengakui serta menyesali perbuatannya. Terdakwa juga meminta maaf secara langsung di persidangan kepada saksi Iswandi Putra, yang merupakan suami korban.

"Menyatakan terdakwa Marisa Putri alias Marisa binti Edi Ujang terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dengan sengaja mengemudikan kendaraan bermotor dengan cara atau keadaan yang membahayakan bagi nyawa yang menyebabkan kecelakaan lalu lintas dan kerusakan pada kendaraan," kata Hakim Ketua Hendah di ruang sidang Prof R Soebroto.

"Oleh karenanya, menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa selama 8 tahun," tambah hakim Hendah.

Tak hanya itu, hakim turut menjatuhkan pidana tambahan berupa pencabutan Surat Izin Mengemudi (SIM) A selama 2 tahun terhitung sejak Marisa Putri selesai menjalani masa hukuman.

Putusan itu sama dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Senator Boris Panjaitan yang disampaikan pada persidangan sebelumnya.

Atas putusan itu, baik Marisa maupun JPU menyatakan menerima. Dengan demikian, perkara tersebut dinyatakan inkrah atau memiliki kekuatan hukum yang tetap. Dalam waktu dekat, Jaksa akan mengeksekusi Marisa Putri.

Sementara itu, dari surat dakwaan yang dibacakan JPU saat sidang perdana terungkap, Marisa Putri, terdakwa kasus kecelakaan lalu lintas yang tewaskan korbannya di Pekanbaru, mengendarai mobil miliknya dengan kecepatan tinggi. Sekitar 90 kilometer perjam.

Surat dakwaan itu dibacakan JPU lainnya, Jefri Armando Pohan pada sidang yang digelar pada Kamis (24/10) lalu. JPU mengatakan, peristiwa nahas terjadi pada Sabtu (3/8), yakni bermula pada 05.30 WIB, terdakwa Marisa baru selesai dari tempat hiburan malam yang beralamat di KTv Furaya Hotel Kota Pekanbaru.

Lalu pada saat itu terdakwa yang sudah dalam kondisi menggunakan narkotika jenis sabu hendak pulang ke rumahnya yang beralamat di Jalan Permadi IV RT 007 / RW 005, Kelurahan Delima, Kecamatan Tampan, Kota Pekanbaru.

Dia mengendarai 1 unit mobil Toyota Raize BM 1959 FJ miliknya. Selanjutnya sekira pukul 05.45 WIB pada saat terdakwa sedang melintasi Jalan Tuanku Tambusai, Kecamatan Marpoyan Damai, Kota Pekanbaru, tepatnya pada Jalur Selatan depan Penginapan Linda, datang dari arah timur menuju barat, Marisa Putri yang dalam keadaan sadar mengendarai mobil tersebut dengan kecepatan yang tinggi 90 kilometer perjam.

Terdakwa menabrak 1 unit sepeda motor Yamaha Vega ZR BM 4697 JZ yang sedang dikendarai oleh korban Renti Marningsih (46) yang berada tepat di depan terdakwa dengan sangat keras sehingga menyebabkan motor yang sedang dikendarai korban terpental kurang lebih 10 meter jauhnya.

Atas kejadian itu, korban mengalami luka pada kepala dan pendarahan dari hidung dan telinga, sehingga menyebabkan korban meninggal dunia di tempat.

Setelah kejadian tersebut, sejumlah warga langsung menolong korban, sedangkan terdakwa pergi melarikan diri akan tetapi berhasil diamankan.

Atas kejadian tersebut, terdakwa langsung dilaporkan ke Polresta Kota Pekanbaru untuk diproses lebih lanjut.

Berdasarkan surat visum Et Repertum No.56/IMR-VER/RSUD AA/VIII/2024 tanggal 06 Agustus 2024 yang dibuat dan ditandatangani oleh dr Beton Sitepu selaku Dokter Pemeriksa pada RSUD Arifin Achmad, telah melakukan pemeriksaan terhadap jenazah korban Renti Marningsih.

Adapun kesimpulannya, pada jenazah korban dijumpai luka terbuka pada kepala kanan, memar pada dahi kiri, lebam lebam pada mata kiri, keluar darah dari telinga dan hidung, gigi seri kedua atas kiri patah, luka lecet pada pinggang kanan, tangan kiri dan kanan, kaki kiri dan kanan akibat kekerasan benda tumpul.

Bahwa berdasarkan Surat Hasil Pemeriksaan Laboratorium Narkoba tanggal 03 Agustus 2024 yang dibuat dan ditandatangani oleh dr Ridha Amaliah, Sp.Pk selaku Bagian Laboratorium pada Laboratorium RS Bhayangkara Pekanbaru, telah melakukan pemeriksaan urine terhadap terdakwa Marisa Putri, dengan hasil kesimpulan pemeriksaan urine positif mengandung Met Amphetamin.

KDRT sangat dilarang dalam Islam

“Sesungguhnya perempuan diciptakan dari tulang rusuk, dia tidak bisa lurus untukmu di atas satu jalan. Bila engkau ingin bernikmat-nikmat dengannya maka engkau bisa bernikmat-nikmat dengannya namun padanya ada kebengkokan. Jika engkau memaksa untuk meluruskannya, engkau akan memecahkannya. Dan pecahnya adalah talaknya.” (HR. Muslim).

Dalam pernikahan, suami harus banyak bersabar saat menghadapi istri, supaya dijauhkan dari KDRT. Setiap pernikahan tentunya tak ada yang mulus, ketika pertengkaran terjadi, sudah seharusnya suami bisa bersikap dewasa dan bertindak dengan 'kepala dingin' tanpa melibatkan emosi berlebihan.

Dilansir dari NU Online, KDRT yang dilakukan oleh seorang suami kepada istrinya hukumnya adalah haram. Perilaku KDRT suami juga bisa menjadi dasar atau alasan bagi  seorang istri menggugat cerai suaminya. Bahkan pengadilan bisa menjatuhkan cerai tanpa ada gugatan dari istri.

Netizen dan Komentar Denial

Masih dalam masa-masa kalut sebab ketidakmampuanku untuk menolong korban, tiba-tiba muncul berita sedih lainnya. Isinya tentang anak perempuan berusia 7 tahun di Kalimantan Barat yang menjadi korban kekerasan seksual hingga mengalami penyakit kelamin akibat perkosaan berulang. Tak cuma dari ayah kandung sendiri, kakek, bahkan tetangganya pun turut serta dalam perbuatan biadab itu. Pedih rasanya.

Sementara, di kolom komentar muncul satu cuitan yang sontak kuamini berbunyi, “Memang sudah tidak ada lagi ruang aman untuk perempuan”. Nahasnya, komentar ini malah diserang oleh mereka yang terus menyangkal fakta bahwa keluarga sendiri, sudah tak mampu menjadi ruang aman bagi perempuan. Entah itu menjadi korban kekerasan fisik maupun mental. Perempuan (istri maupun anak) adalah kelompok yang paling rentan di dalam keluarga.

Polanya selalu sama. Kalimat yang bagiku sudah terlampau memuakkan itu, berulang-ulang dijadikan acuan, “Karena di keluarga sendiri, aku sudah merasa aman kok, enggak usah lebay deh.”

Hanya karena sesuatu tidak terjadi kepada kita, bukan berarti hal tersebut tidak ada. Hanya karena kita tidak berada pada posisi di mana sudah jutaan perempuan dan anak menjadi korban kekerasan ini. Bukan berarti perasaan korban tidak valid.

Adapun komentar-komentar bernada serupa, aku temukan di salah satu laman berita daring Kumparan yang dirilis pada 2 Januari 2024. Sialnya, sampai berita itu dimunculkan, pelaku ayah maupun tetangga masih buron. Hanya kakek korban yang baru tertangkap.

Baca juga: Jangan Takut Mencampuri, Bantu Korban KDRT

SKOR.id - Berapa tahun hukuman penjara streamer atau siapapun yang mempromosikan judi online?

Akhir-akhir ini sedang ramai dibahas di sosial media soal para streamer khususnya dari gim Mobile Legends yang mempromosikan judi online.

Beberapa dari mereka memang tak mempromosikan secara langsung, tetapi mendapat saweran alias donasi dari situs judi online tersebut.

Masalahnya, dengan donasi yang begitu besar, nama situs judi online ini akan terpampang jelas dan bahkan kadang dibacakan oleh streamer tersebut.

Hal ini menjadi masalah karena judi online dilarang di Indonesia, selain itu kebanyakan yang menonton streaming Mobile Legends ini adalah anak-anak di bawah umur.

Hal ini kini sudah ditangani Kemenkominfo, seperti diungkapkan oleh Direktur Jenderal Aplikasi Informatika (Dirjen Aptika) Kemenkominfo, Semuel Abrijani Pangerapan.

"Sedang diinvestigasi, karena live streaming. Kami lagi kumpulkan barang buktinya," ujar Samuel kepada Kumparan.

"Kami juga dengan penyidik di bawah koordinasi kepolisian. Dari hasil investigasi, kami akan berkoordinasi dengan kepolisian, dalam hal ini cyber crime. Sudah kami mintakan ke YouTube (untuk disuspend akunnya). Dan saat ini kami lagi investigasi pelakunya."

Jika benar terbukti promosi judi online, berapa tahun atau berapa denda yang akan didapatkan oleh para streamer ini?

Merujuk ke situs Kominfo, ada beberapa pasal yang bisa dijeratkan kepada pelaku promosi judi online, untuk siapapun tak terbatas pada para streamer gim.

Tindak pidana judi online diatur dalam Pasal 27 ayat (2) UU ITE. Sedangkan perjudian secara umum diatur dalam Pasal 303 KUHP.

Dalam UU ITE, setiap orang yang mempromosikan judi online dapat dianggap sebagai pelaku yang menyalurkan muatan perjudian. Mereka dapat dikenakan hukuman pidana penjara paling lama enam tahun atau denda terbanyak Rp1 miliar.

Tindak pidana ini diatur dalam Pasal 27 ayat (2) UU ITE, isinya mempidanakan setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan, mentransmisikan, membuat bisa diaksesnya informasi atau dokumen elektronik yang bermuatan perjudian.

Sedangkan dalam KUHP Pasal 303 ayat (1), mengatur perjudian dengan pidana penjara paling lama 10 tahun atau denda paling banyak dua puluh lima juta rupiah.

Sebelumnya, sudah pernah ada selebgram dan influencer yang ditangkap karena melakukan stream untuk menggaet pemain judi online dan diproses pihak kepolisian.

Feminis Belanda Mary Wollstonecraft pernah bilang di bukunya “A Vindication of the Rights of Woman” (1792): “All the sacred rights of humanity are violated by insisting on blind obedience.” Bahwa semua hak suci umat manusia telah dilanggar dengan memaksakan ketaatan yang membabi buta (kefanatikan).

Nyatanya tiga ratus tahun berselang, ucapannya terasa masih sangat relevan. Hari pertama dan kedua di 2024 dibuka dengan kasus kekerasan terhadap perempuan lagi. Aku memang tak pernah menaruh harap jika hal demikian bisa hempas dari muka Bumi. Namun setidaknya, berilah waktu untuk sejenak mengambil napas dari rentetan kasus serupa di tahun sebelumnya.

Seolah tak memberi jeda, semalam aku tak kuasa menahan sesak, mendengar anak korban Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) meminta pertolongan. Sebab pihak keluarga, bahkan orang-orang yang dianggap mampu dan seharusnya memang memberi perlindungan terhadap korban, malah berbalik menyerang fisik maupun mental korban dan anak-anaknya.

Apa gunanya pertalian darah jika tak mampu merasakan pedih saudara kandung sendiri, yang babak belur karena suami berkali-kali memberi tanda lebam di tubuhnya? Demi menjaga nama baik keluarga, demi menghindari perceraian sebab dibenci oleh Tuhan, lantas biarkan saja korban tersiksa. Toh ia akan meraih predikat istri yang taat (menjaga aib suami) bukan?

Iming-iming pahala yang besar, bahkan surga telah menanti bagi perempuan istri yang taat tanpa tapi (rela dipukuli/bertaruh nyawa demi menjaga nama baik suaminya). Demikian adanya, isi dari tausiyah yang kerap dibeberkan oleh sebagian besar juru dakwah laki-laki maupun perempuan ketika membahas perihal rumah tangga dalam Islam.

Baca juga: Nyaring dan Sunyi KDRT: Suramnya Budaya Kepemilikan dalam Keluarga

Penjelasan QS. An-Nisa' Ayat 34

Banyak pula orang yang menganggap bahwa kekerasan pada istri diperbolehkan dalam Islam dan itu tertuang dalam surat An-Nisa ayat 34, yang berbunyi:

"Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dari hartanya. Maka perempuan-perempuan yang saleh adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan menjaga diri ketika (suaminya) tidak ada, karena Allah telah menjaga (mereka).

Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz, hendaklah kamu beri nasihat kepada mereka, tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah ranjang), dan (kalau perlu) pukullah mereka. Tetapi jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari alasan untuk menyusahkannya. Sungguh, Allah Mahatinggi, Mahabesar."

Ada kata-kata yang menyebutkan, "(kalau perlu) pukullah mereka", sehingga suami diperbolehkan memukul istrinya. Namun perlu dipahami bahwa ayat ini secara khusus membahas masalah hukum nusyuz, yang secara kontroversial diterjemahkan sebagai ketidaktaatan istri, pembangkangan terang-terangan, atau kelakuan buruk.

Prinsip umumnya adalah, istri berhak untuk mendapatkan nafkah dari suaminya sesuai dengan pedoman hukum Islam dan satu-satunya pengecualian dari hak ini ketika dia nusyuz.

Lalu soal kata "memukul" di dalam surat tersebut, masih terdapat perdebatan di antara para penafsir Al-Quran. Tidak satu pun akademisi Muslim klasik dan kontemporer berpendapat bahwa wadribuhuna sebenarnya berarti “memukul” istri secara harfiah, terlepas dari bagaimana terjemahannya ke berbagai bahasa.

Sehingga bisa disimpulkan setiap kekerasan dan paksaan terhadap perempuan, yang digunakan untuk mengontrol atau menaklukkan, dianggap penindasan. Hal tersebut tidak dapat diterima dalam Islam.